MAKALAH
KEHIDUPAN SOSIAL SUKU DI INDONESIA :
SUKU BUGIS
Disusun Oleh :
Amalia Mandawati
50415600
1IA03
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Tujuan................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 2
2.1 Asal Usul Suku Bugis........................................................................................ 2
2.2 Bahasa Suku Bugis............................................................................................ 2
2.3 Perlengkapan dan Peralatan Hidup.................................................................... 2
2.4 Sistem Mata Pencaharian................................................................................... 3
2.5 Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial........................................................ 3
2.6 Kesenian Suku Bugis.........................................................................................5
BAB III PENUTUP......................................................................................................... 7
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 7
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia kaya akan keanekaragaman suku, agama, dan bahasa yang memungkinkan diadakannya penelitian bidang folklor. Pengetahuan dan penelitian folklor sangat untuk inventarisasi, dokumentasi, dan referensi. Tradisi adalah kebiasaan turun-temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai budaya masyarakat bersangkutan. Tradisi anggota masyarakat berprilaku baik dalam pan yang bersifat duniawi maupun terhadap hal-hal yang bersifat gaib dan keagamaan (Esten, 1999: 21). Suku Bugis sebagai salah satu suku terbesar di Sulawesi Selatan memiliki nilai kebudayaan tersendiri. Salah satu kekayaan budaya Bugis ialah folklor. Folklor dalam masyarakat Bugis biasanya ditransmisikan dari satu generasi ke generasi lainnya melalui penuturan lisan. Penuturan lisan demikian lazim disebut sastra lisan. Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. Suku Bugis merupakan penduduk asli Sulawesi Selatan. Di samping suku asli, orang-orang Melayu dan Minangkabau yang merantau dari Sumatera ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai tenaga administrasi dan pedagang di kerajaan Gowa, juga dikategorikan sebagai orang Bugis. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, populasi orang Bugis sebanyak 6 juta jiwa. Kini suku Bugis menyebar pula di propinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, bahkan hingga manca negara. Bugis merupakan salah satu suku yang taat dalam mengamalkan ajaran Islam.
1.2 Tujuan
1. Asal usul suku Bugis.
2. Peralatan dan perlengkapan hidup.
3. Sistem mata pencaharian.
4. Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
5. Kesenian suku Bugis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal Usul Suku Bugis
Suku Bugis tergolong kedalam suku-suku Melayu Deutero yang masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia, tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama Kerajaan Cina yang terdapat di Pammana (kabupaten Wajo saat ini, yang dimaksud Cina disini adalah nama sebuah daerah di Sulsel, bukan negara Cina) yaitu La Sattumpugi. Rakyat La Sattumpugi menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai. Ia bersaudara dengan Batara Lattu yang merupakan ayah dari Sawerigading. Sawerigading menikah dengan We Cudai dan memiliki beberapa anak. Salah satu anak mereka adalah La Galigo, seorang pengarang sastra terbesar di dunia yang menghasilkan karya berisi sekitar 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) merupakan kisah tradisi masyarakat Bugis yang tertuang didalam karya sastra I La Galigo. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwu, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain yang ada di Sulawesi, seperti Buton.
2.2 Bahasa Suku Bugis
Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis (Juga dikenali sebagai Ugi). Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Huruf yang dipakai adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang berasal dari Sanskerta. Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaan tulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil pemikiran mereka.
2.3 Perlengkapan dan Peralatan Hidup
Dengan terciptanya peralatan untuk hidup yang berbeda itu, maka secara perlahan tapi pasti, tatanan kehidupan perorangan, dilanjutkan berkelompok, kemudian membentuk sebuah masyarakat, akan penataannya bertumpu pada sifat-sifat peralatan untuk hidup tersebut. Peralatan hidup ini dapat pula disebut sebagai hasil manusia dalam mencipta. Dengan bahasa umum, hasil ciptaan yang berupa peralatan fisik disebut teknologi dan proses penciptaannya dikatakan ilmu pengetahuan dibidang teknik.
Sejak dahulu, suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelaut yang ulung. Mereka sangat piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luas hingga ke berbagai kawasan di Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi.
2.4 Sistem Mata Pencaharian
Wilayah Suku Bugis terletak di dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesi bagian selatan. Di dataran ini, mempunyai tanah yang cukup subur, sehingga banyak masyarakat Bugis yang hidup sebagai petani. Selain sebagai petani, Suku Bugis juga di kenal sebagai masyarakat nelayan dan pedagang. Meskipun mereka mempunyai tanah yang subur dan cocok untuk bercocok tanam, namun sebagian besar masyarakat mereka adalah pelaut. Mereka mencari kehidupan dan mempertahankan hidup dari laut. Tidak sedikit masyarakat Bugis yang merantau sampai ke seluruh negeri dengan menggunakan Perahu Pinisi-nya. Bahkan, kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudera cukup dikenal luas hingga ke luar negeri, diantara wilayah perantauan mereka, seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Suku Bugis memang terkenal sebagai suku yang hidup merantau. Beberapa dari mereka, lebih suka berkeliaran untuk berdagang dan mencoba melangsungkan hidup di tanah orang lain. Hal ini juga disebabkan oleh faktor sejarah orang Bugis itu sendiri di masa lalu.
2.5 Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial
Suku Bugis merupakan suku yang menganut sistem patron klien atau sistem kelompok kesetiakawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang bersifat menyeluruh. Salah satu sistem hierarki yang sangat kaku dan rumit. Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya dimana kita berada tak sulit berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka terkenal berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan nama keluarga. Sedangkan untuk kekerabatan keluarga mereka menganut system cognatic atau bilateral, seseorang ditelusuri melalui garis keturunan ayah dan juga ibu. Panggilan yang biasa untuk kerabat mereka adalah kaka’(saudara yang lebih tua) dan Anri’(saudara yang lebih muda). Amure’(paman) dan Inure’(bibi). Masih banyak lagi sebutan dalam sistem kekerabatan mereka yang lainnya. Perkawinan (Siala’) berarti saling mengambil antara satu dengan yang lain. Di suku Bugis, perkawinan biasanya berlangsung antar keluarga dekat atau antar kelompok petronasi yang sama, dimaksudkan untuk pemahaman yang lebih mudah antar keluarga. Dalam La Galigo diceritakan perkawinan dengan sepupu satu kali (istilah Jawa: misanan) dianggap terlalu panas (Siala Marola) hanya terjadi di keluarga bangsawan, supaya Darah Putih mereka tetap terpelihara.Yang terpenting bagi mereka adalah kesesuaian derajat antara pihak laki-laki dan perempuan. Dalam proses perkawinan, pihak laki-laki harus memberikan mas kawin kepada perempuan (sama halnya adat Jawa kebanyakan) yang terdiri dari dua bagian, yaitu Sompa (biasanya dalam nominal uang) dan Dui’ Menre’ (mahar permintaan dari pihak perempuan). Sistem organisasi sosial yang terdapat di suku Bugis cukup menarik untuk diketahui. Yaitu, kedudukan kaum perempuan yang tidak selalu di bawah kekuasaan kaum laki-laki, bahkan di organisasi sosial yang berbadan hukum sekalipun. Karena Suku Bugis adalah salah satu suku di Nusantara yang menjunjung tinggi hak-hak Perempuan. Sejak zaman dahulu, perempuan di suku Bugis sudah banyak yang berkecimpung di bidang politik setempat. Jadi, banyak perempuan Bugis yang berani tampil di muka umum, mereka aktif dalam semua bidang kehidupan, menjadi pendamping pria dalam diskusi urusan publik, tak jarang pula mereka menduduki tahta tertinggi di kerajaan. Misalnya Raja Lipukasi pada tahun 1814 dipimpin oleh seorang perempuan. Sampai perang kemerdekaan pun, perempuan tetap berperan aktif dalam medan laga. Namun di lain hal, pepatah Bugis mengatakan,”Wilayah perempuan adalah sekitar rumah sedangkan ruang gerak laki-laki menjulang hingga ke langit”. Artinya, laki-laki lah yang berkewajiban menafkahi keluarga dengan sekuat tenaga. Jadi kedudukan kaum perempuan yang derajatnya hampir disamakan dengan derajat laki-laki dalam sistem organisasi sosial, bukan berarti kaum perempuan wajib untuk mencari nafkah bagi keluarganya melainkan seorang laki-laki lah yang wajib bekerja keras untuk menghidupi keluarganya.
Suku Bugis
2.6 Kesenian Suku Bugis Kecapi
Salah satu alat musik petik tradisional Sulawesi Selatan khususnya suku Bugis, Bugis Makassar dan Bugis Mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar perahu. Biasanya ditampilkan pada acara penjemputan para tamu, perkawinan, hajatan, bahkan hiburan pada hari ulang tahun. Ciri khas pada jenis musik ini teletak pada isi lagu dan instrumen (alat musiknya).Dari keunikan alat musik tersebut bisa nampak terlihat dari teknik permainannya, penyajiannya maupun bentuk/organologi instrumen musiknya. Seni tradisonal itu sendiri mempunyai semangat. Alat musik ini terbuat dari bahan kayu yang dipenuhi dengan ornamen/ukiran yang indah. Alat musik petik lainnya yang bentuknya menyerupai kecapi adalah Hapetan dari daerah Tapanuli, Jungga dari Sulawesi Selatan.
Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana.
Suling
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
Suling bambu/buluh, terdiri dari tiga jenis, yaitu:
· Suling panjang (suling lampe), memiliki 5 lubang nada. Suling jenis ini telah punah.
· Suling calabai (Suling ponco),sering dipadukan dengan piola (biola) kecapi dan dimainkan bersama penyanyi
· Suling dupa samping (musik bambu), musik bambu masih terplihara di daerah Kecamatan Lembang. Biasanya digunakan pada acara karnaval (baris-berbaris) atau acara penjemputan tamu.
Seni Tari
· Tari pelangi adalah tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
· Tari Paduppa Bosara adalah tarian yang mengambarkan bahwa orang Bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan.
· Tari Pattennung adalah tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan Bugis.
· Tari Pajoge’ dan Tari Anak Masari adalah tarian yang dilakukan oleh calabari (waria), namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikategorikan telah punah.
· Jenis tarian yang lain adalah tari Pangayo, tari Passassa’, tari Pa’galung, dan tari Pabbatte.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suku Bugis tergolong kedalam suku-suku Melayu Deutero yang masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia, tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis (Juga dikenali sebagai Ugi). Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Orang Bugis mengucapkan bahasa Ugi dan telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontar. Sejak dahulu, suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelaut yang ulung. Mereka sangat piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luas hingga ke berbagai kawasan di Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi. Dengan bahasa umum, hasil ciptaan yang berupa peralatan fisik disebut teknologi dan proses penciptaannya dikatakan ilmu pengetahuan dibidang teknik. Wilayah Suku Bugis terletak di dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesi bagian selatan. Di dataran ini, mempunyai tanah yang cukup subur, sehingga banyak masyarakat Bugis yang hidup sebagai petani. Selain sebagai petani, Suku Bugis juga di kenal sebagai masyarakat nelayan dan pedagang. Meskipun mereka mempunyai tanah yang subur dan cocok untuk bercocok tanam, namun sebagian besar masyarakat mereka adalah pelaut.
DAFTAR PUSTAKA
http://h3rcul3z.blogspot.co.id/2014/04/my-computer-normal-hercules-20-3-200.html, diunduh pada tanggal 17 November 2015 pukul 06.13 WIB.
https://yudhairfan.wordpress.com/2011/02/11/kebudayaan-bugis/, diunduh pada tanggal 17 November 2015 06.33 WIB.
http://chyiw.blogspot.co.id/2014/01/berbagai-adat-tradisi-suku-bugis-2.html, diunduh pada tanggal 17 November pukul 06.52 WIB.
http://phardianti.blogspot.co.id/2012/03/suku-bugis.html, diunduh pada tanggal 18 November 2015 pukul 20.36 WIB.
https://bugiskha.wordpress.com/2012/04/09/awal-mula-suku-bugis/comment-page-1/, diunduh pada tanggal 18 November 2015 pukul 20.59 WIB.
http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2014/12/sejarah-dan-adat-istiadat-suku-bugis.html, diunduh pada tanggal 19 November pukul 20.24 WIB
http://rezkirasyak.blogspot.co.id/2012/04/sejarah-asal-mula-bugis-history-of.html, diunduh pada tanggal 19 November pukul 20.32 WIB.
http://suhartoatto.blogspot.co.id/2013/08/asal-usul-suku-bugis.html, diunduh pada tanggal 19 November 2015 pukul 20.48 WIB.