Rabu, 19 Oktober 2016

MEMPERINGATI HARI KESAKTIAN PANCASILA

HARI KESAKTIAN PANCASILA

Hari Kesaktian Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Oktober. Hari Kesaktian Pancasila lahir setelah pemerintah sukses menumpas Gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terkenal dengan istilah Gerakan 30 September (G 30 S).
Hari Kesaktian Pancasila diperingati untuk mengenang para jenderal yang menjadi korban keganasan gerakan PKI. Para jenderal yang gugur dalam gerakan PKI disebut dengan Pahlawan Revolusi. Untuk mengenang mereka, pemerintah membangun Monumen Pancasila Sakti.
Para putra terbaik bangsa yang meninggal dalam gerakan G30 S PKI yakni Letnan Jenderal A. Yani, Mayjen R. Suprapto, Mayjen Haryono, Mayjen S. parman, Brigjen D.I. Panjaitan, Brigjen Sutoyo, Letnan Satu Pire Andreas Tendean, dan Brigadir Polisi Karel Susult Tubun.
Sementara Jenderal A.H. Nasution berhasil meloloskan diri dari kepungan G 30S PKI, meski kakinya kena tembak dan putrinya Ade Irma Suryani menjadi korban dan beberapa hari kemudian meninggal dunia.
Pada tanggal tersebut pemberontak berhasil menguasai dua sarana komunikasi yaitu RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi masing-masing di Jalan Merdeka Barat dan di Jalan Merdeka Selatan.
Melalui RRI pagi jam 07.20 dan jam 08.15. pemberontak mengumumkan tentang terbentuknya “Dewan Revolusi” di pusat dan di daerah-daerah. Dewan Revolusi merupakan sumber segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia. Juga diumumkan bahwa gerakan tersebut ditujukan kepada anggota Dewan Jenderal yang akan menggulingkan pemerintah.
Pada saat bersamaan diumumkan pendemisioniran Kabinet Dwikora. Jam 14.00 diumumkan lagi bahwa Dewan Revolusi diketuai oleh Letkol Untung dengan wakil-wakilnya Brigjen Supardjo, Letkol (Udara) Heru, (Laut) Sunardi dan Arjun Komisaris Besar Polisi Anwas.
Usaha PKI untuk menculik dan membunuh Men Pangab Jenderal TNI A.H. Nasution mengalami kegagalan. Namun Ajudan Nasution Lettu Czi Piere Tendean dan putrinya yang berumur 5 tahun Ade Irma Suryani Nasution telah gugur menjadi korban keganasan G 30 S/PKI.
Para pemimpin TNI AD dan Ajudan Jenderal TNI Nasution diculik dan dibunuh oleh gerombolan G 30 S/PKI tersebut, kemudian secara kejam dibuang dan dikuburkan di dalam satu tempat yakni di sumur tua di Lubang Buaya daerah Pondok Gede.
Setelah adanya tindakan PKI dengan G 30 S/PKI-nya tersebut, maka keadaan di seluruh tanah air menjadi kacau. Rakyat berada dalam keadaan kebingungan, sebab tidak diketahui di mana Pimpinan Negara berada. Demikian pula halnya nasih para Pemimpin TNI AD yang diculikpun tidak diketahui bagaimana nasib dan beradanya pula.
Usaha untuk mencari para pimpinan TNI AD yang telah diculik oleh gerombolan G 30 S/PKI dilakukan oleh segenap Kesatuan TNI/ABRI dan akhirnya dapat diketahui bahwa para pimpinan TNI AD tersebut telah dibunuh secara kejam dan jenazahnya dimasukan ke dalam sumur tua di daerah Pondok Gede, yang dikenal dengan nama Lubang Buaya.
Dalam situasi mencekam tersebut, Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto bertindak cepat. Setelah menerima laporan lengkap dari Pangdam Jaya Mayjen Umar Wirahadikusumah karena pimpinan Angkatan Darat lumpuh karena penculikan-penculikan dan pembunuhan maka untuk sementara pucuk pimpinan Angkatan Darat dipegang oleh Mayor Jenderal Soeharto.
Operasi militer dimulai sore hari tanggal 1 Oktober 1965. Pasukan RPKAD di bawah pimpinan Komandannya Kolonel Sarwo Edhie Wibowo menerima perintah untuk merebut RRI Pusat dan Pusat Telekomunikasi.
Hanya dalam waktu 20 menit kedua sarana telekomunikasi telah direbut kembali dari tangan pemberontak G.30.S/ PKI. Melalui RRI Pimpinan Angkatan Darat mengumumkan adanya penculikan 6 orang perwira tinggi dan perebutan kekuasaan oleh G.30.S.
Pasukan-pasukan Batalyon 454/Para Divisi Diponegoro dan Batalyon 530/Para Divisi/Brawijaya yang berada di lapangan Merdeka berdiri di pihak yang melakukan pemberontakan. Kedua pasukan ini didatangkan ke Jakarta dalam rangka Hari Ulang Tahun ABRI 5 Oktober 1965. 454

Para Jenderal Difitnah dan Dibunuh
Ketika dilangsungkan upacara pemberangkatan 7 jenazah Pahlawan Revolusi korban kebiadaban aksi kontra Revolusi G.30.S/PKI ke tempat istirahatnya yang terakhir, Menko Hankam Kasad Jendral Nasution mengatakan, “Hari ini tanggal 5 Oktober Hari Angkatan Bersenjata tetapi kali ini dihina oleh fitnahan, penghianatan, penganiayaan, dan pembunuhan. Kami semua difitnah, dan kamu semua dibunuh. Kalau fitnahan itu benar kami semua bersedia mengikuti jejakmu”.
Dikatakan selanjutnya dalam masa 20 tahun penuh, kamu telah memberi dharma bhaktimu untuk cita-cita yang tinggi. Biarpun dicemarkan difitnah sebagai pengkhianat, tetapi kami tahu kamu telah berjuang di atas jalan yang benar, kami tidak pernah ragu. Kami semua akan melanjutkan perjuangan kamu. Demikian pesan Jenderal Nasution yang diucapkan dalam nada menangis dan penuh haru.

Simpatisan PKI Ditangkap
Setelah tanggal 1 Oktober, semua anggota, pendukung, maupun simpatisan PKI yang jumlahnya ratusan ribu dibunuh. Mereka dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi.
Pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui. Namun jumlahnya diperkirakan 500.000 orang, sementara lainnya 2.000.000 orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
Pada akhir 1965, sekitar 500.000 anggota dan pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan puluhan ribu dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali.
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini.
Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.
Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis “anti Tionghoa” terjadi. Para pekerja dan pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.

Soeharto Tetapkan 1 Oktober Sebagai Hari Kesaktian Pancasila
Hari Kesaktian Pancasila dilahirkan oleh Jenderal Soeharto. Padahal, Pancasila sendiri dilahirkan pada tanggal 1 Juni 1945 dengan Bung Karno sebagai penggalinya.
Seokarno sendiri tidak pernah menjadikan Pancasila sebagai pusaka yang sakti, sehingga menjadi sesuatu yang lahir secara wajar dan sesuai dengan keadaan obyektif pada waktu itu. Tetapi dalam pemerintahan Bung Karno, Pancasila senantiasa diterima oleh bangsa Indonesia sebagai dasar berbangsa dan bernegara.


Sumber:
(berbagai sumber/pojoksatu)
 http://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2016/10/01/sejarah-hari-kesaktian-pancasila-1-oktober-1965/3/  diunduh pada tanggal 19 Oktober 2016 pukul 20.10 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar